Saturday 24 March 2018

8 Macam Bentuk dan Contoh Puisi Baru


Sama halnya dengan bentuk-bentuk puisi lama, di dalam puisi modern juga memiliki banyak bentuk. Meskipun sama, ada perbedaan besar di antara mereka, yaitu puisi modern memiliki bentuk yang bebas dan tidak terikat dengan aturan.
Hal itu dapat dilihat dari rima, suku kata dan jumlah barisnya.   

Di dalam puisi modern, seorang penulis bisa menunjukkan jalan pikirannya lewat berbagai bentuk baris puisi, seperti zig-zag, bentuk wajah, melingkar dan pola-pola tertentu lainnya. Sifat puisi memang bisa dibilang “aneh” karena tidak jarang hanya terdiri dari satu suku kata serta selalu diulang-ulang. Puisi memang selalu membebaskan si penulis untuk berkreativitas, saking bebasnya banyak pembaca yang sering dibuat bingung. Tetapi jika kita rasakan dengan hati dan perasaan yang dalam maka akan mudah dimengerti.

Puisi modern memiliki ciri antara lain:
·      Secara umum berupa puisi empat seuntai (kuatren)
·      Tiap baris adalah gatra (tiap kata saling bertautan)
·      Tiap gatra sebagian besar terdiri dari 4-5 suku kata
·      Sering memakai pola sajak dan syair
·      Rapi dan simetris
·      Persajakan akhir yang teratur

Kata-kata yang terdapat di dalam puisi modern itu sebagian besar merupakan sebuah analogi akan kehidupan nyata yang dialami oleh manusia. Seorang pembuat puisi tingkat tinggi punya spontanitas luar biasa dalam menciptakan karya-karyanya. Agar lebih mengerti bentuk puisi, berikut ini macam-macam bentuk puisi baru yang saya tulis untuk Anda. Silakan disimak.

1.    Distikon / Couplet
       Berasal dari bahasa Latin ‘distichon’ berarti puisi yang terdiri dari dua baris (puisi dua seuntai). Baris satu sebagai pembuka dan baris dua sebagai penutup.

       Contoh :
      
       Tanda Mata
 Bagiku, engkaulah tanda mata.
 Sejak bertemu, nyata selamanya.

 Bagiku, engkau adalah cahaya.
 Dari binarmu, tatapanku bermula.

 Bagiku, engkaulah penglihatan.
 Di setiap waktu, di setiap ingatan.

 Bagiku, engkau arah memandang.
 Pada matamu, mataku berpulang.

 (Chandra Malik, Asal Muasal Pelukan, hlm.17)

2.    Terzina / Triplet

      Terzina atau terza rima atau tercet adalah puisi tiga baris (tiga seuntai) yang memakai pola a-b-a, b-c-b, c-d-c, d-e-d. Ada juga puisi terzina diakhiri dengan satu atau dua baris puisi yang mengulang dari tiga baris akhir.

       Contoh :

       Dongeng Kucing

 Lengking klakson dan rem mobil itu
 meninggalkan jejak asap knalpot, debu,
 dan seekor kucing yang sekarat.

 Di dalam rumah, tangis seorang gadis kecil,
 lalu suara menghibur seorang ibu
 menyelundupkan ajal ke negeri dongeng.

 Jalan memang dibangun untuk mobil,
 manusia, dan juga–tentu saja–kucing;
 tak boleh kita mencurigai campur-tangan-Mu, bukan?

       (Sapardi Djoko Damono, Melipat Jarak, hlm.29)

3.    Quatrain

       Masih sejenis dengan stanza karena bila dua quatrain digabung akan menjadi  sebuah  stanza. Penulisan puisi quatrain menggunakan tiga pola umum, yaitu a-a-a-a, a-b-a-b dan a-b-b-a.

       Contoh :

       Lagu Gadis Itali

       Buat Silviana Maccari

 Kerling danau di pagi hari
 Lonceng gereja bukit Itali
 Jika musimmu tiba nanti
 Jemputlah abang di teluk Napoli

 Kerling danau di pagi hari
 Lonceng gereja bukit Itali
 Sedari abang lalu pergi
 Adik rindu setiap hari

 Kerling danau bukit di pagi hari
 Lonceng gereja bukit Itali
 Andai abang tak kembali
 Adik menunggu sampai mati

 Batu tandus di kebun anggur
 Pasir teduh di bawah nyiur
 Abang lenyap hatiku hancur
 Mengejar bayang di salju gugur

       (Sitor Situmorang, Dalam Sajak, hlm.16)

4.    Kuint / Quint

       Diambil dari “quintuple” yang artinya lima, jadi puisi kuint adalah puisi dengan lima baris di setiap baitnya (puisi lima seuntai).
      
       Contoh :

       Ranjang Bulan, Ranjang Pengantin

 Ranjang bulan, ranjang pengantin
 langit biru lazuardi
 ditumpu tangan-tangan leluhur.
 Anjing tanah menggelepar
 memekikkan birahi kepayang.

 Ranjang bulan, ranjang pengantin
 perahu jung seratus layar
 dipangku lautan tertidur.
 Gugur bintang satu-satu
 mengantuk kena berkhayal.

 Ranjang bulan, ranjang pengantin
 kerajaan mambang dan siluman
 diasapi dupa memabukkan.
 Terkapar mimpi satu-satu
 terbanting di atas batu hujan.

 Ranjang bulan, ranjang pengantin
 bumi keras kehidupan
 diwarnai semangat dan harapan.
 Ladang digarap dikerjakan
 bibit ditanam disuburkan.

       (WS. Rendra, Empat Kumpulan Sajak, hlm. 42)

5.    Sektet 

       Diambil dari bahasa Italia “sestina” yaitu puisi yang memiliki enam baris (enam seuntai). Tidak ada aturan untuk membuat puisi sektet.
      
       Contoh :

       Kanjeng Nabi

 Duh, kanjeng Muhammad.
 Pagi ini aku sedih sekali.
 Muhammad yang kucintai
 sedemikian dibenci
 sampai ditelanjangi
 dengan gambar hewani
 dan disumpahserapahi.

 Pagi ini aku sedih luar biasa.
 Muhammad yang kucinta
 dibela membabi buta
 sampai membunuhi manusia
 dengan angkara murka
 menyebut nama Tuhannya.

 Entah hati, akal, atau apa.
 Manusia tapi tidak manusiawi.
 Entah Benci entah cinta.
 Najis bercampur dengan suci.
 Benar dan salah kini serupa.
 Akal jadi brutal, hati jadi nyali.

 Muhammad tak seperti itu.
 Tidak gambarmu, tidak gambarku.
 Dia hidup damai dalam kalbu
 meski dihina dari segala penjuru.
 Dialah Muhammad yang kurindu
 dan kubela tanpa membencimu.

       (Chandra Malik, Asal Muasal Pelukan, hlm. 63-64)

6.    Septima

       Puisi yang memiliki 7 baris di dalam setiap baitnya, tidak punya aturan tersendiri sama seperti sektet. Bahkan bisa ditambahkan bait di awal atau di akhir entah satu atau dua baris.

       Contoh :

       Indonesia Tumpah Darahku
       M. Yamin

 Bersatu kita teguh
 Bercerai kita jatuh

 Duduk di pantai tanah yang permai
 Tempat gelombang pecah berderai
 Berbuih putih di pasir terderai
 Tampaklah pulau di lautan hijau
 Gunung-gunung bagus rupanya
 Dilingkari air mulia tampaknya
 Tumpah darahku Indonesia namanya

 Lihatlah kelapa melambai-lambai
 Berdesir bunyinya sesayup sampai
 Tumbuh di pantai bercerai-cerai
 Memagar daratan aman kelihatan
 Dengarlah ombak datang berlagu
 Mengejar bumi ayah dan ibu
 Indonesia namanya, tanah airku

 Tanahku bercerai seberang-menyeberang
 Merapung di air, malam dan siang
 Sebagai telaga dihiasi kiambang
 Sejak malam diberi kelam
 Sampai bulan terang-benderang
 Di sanalah gerangan bangsaku gerangan menopang
 Selama berteduh di alam nan lapang

 Tumpah darah nusa India
 Dalam hatiku selalu mulia
 Dijunjung tinggi atas kepala
 Semenjak diri lahir ke bumi
 Sampai bercerai badan dan nyawa
 Karena kita sedarah sebangsa
 Bertanah air di Indonesia

       (Sumber : Dan Riris Istanti, Puisi: Indonesia, Tumpah Darahku, https://danririsbastind.wordpress.com)

7.    Oktaf / Stanza

       Namanya sendiri berasal dari Italia, awalnya dipakai dalam puisi heroik. Puisi stanza memiliki 8 baris (puisi delapan seuntai/double quatrain). Kadang-kadang stanza memakai pola a-b-a-b-a-b-c-c.
      
       Contoh :

       Lagu Duka
       WS Rendra
      
      Ia datang tanpa mengetuk lalu merangkulku
 adapun ia yang licik bernama duka.
 Ia bulan jingga neraka langit dadaku
 adapun ia yang laknat bernama duka.
 Ia keranda cendana dan bunga-bunga sutra ungu
 adapun ia yang manis bernama duka.
 Ia tinggal lelucon setelah ciuman panjang
 adapun ia uang malang bernama duka.

       (Ibid, hlm. 57)

8.    Soneta

       Berasal dari bahasa Italia sonneto, serapan dari kata sono (suara). Soneta adalah puisi empat belas baris dan secara umum dibagi dua, dua bait pertama masing-masing 4 baris dan dua bait kedua masing-masing tiga baris. Puisi soneta dibawa pertama kali ke Indonesia pada jaman Belanda oleh sastrawan Indonesia seperti M.Yamin.

       Contoh :

       Entah Sampai Kapan

 entah sejak kapan kita gugup
 di antara frasa-frasa pongah
 di kain rentang yang berlubang-lubang
 sepanjang jalan raya itu; kita berhimpitan

 di antara kata-kata kasar yang desak-mendesak
 di kain rentang yang ditiup angin,
 yang diikat di antara batang pohon
 dan tiang listrik itu; kita tergencet di sela-sela

 huruf-huruf kaku yang tindih menindih
 di kain rentang yang berjuntai di perempatan jalan
 yang tanpa lampu lalu lintas itu. Telah sejak lama
 rupanya kita suka membayangkan diri kita

 menjelma kain rentang koyak-moyak itu, sebisanya
 bertahan terhadap hujan, angin, panas, dan dingin.

       (Sapardi Djoko Damono, Melipat Jarak, hlm. 31)

Sekian artikel tentang bentuk-bentuk puisi baru serta contohnya. Semoga bisa menjadi bahan pembelajaran untuk Anda. Terima kasih.

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © . Borneo '92 - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger