Sama
halnya dengan bentuk-bentuk puisi lama, di dalam puisi modern juga memiliki
banyak bentuk. Meskipun sama, ada perbedaan besar di antara mereka, yaitu puisi
modern memiliki bentuk yang bebas dan tidak terikat dengan aturan.
Hal itu
dapat dilihat dari rima, suku kata dan jumlah barisnya.
Di
dalam puisi modern, seorang penulis bisa menunjukkan jalan pikirannya lewat
berbagai bentuk baris puisi, seperti zig-zag, bentuk wajah, melingkar dan pola-pola
tertentu lainnya. Sifat puisi memang bisa dibilang “aneh” karena tidak jarang
hanya terdiri dari satu suku kata serta selalu diulang-ulang. Puisi memang
selalu membebaskan si penulis untuk berkreativitas, saking bebasnya banyak
pembaca yang sering dibuat bingung. Tetapi jika kita rasakan dengan hati dan
perasaan yang dalam maka akan mudah dimengerti.
Puisi modern
memiliki ciri antara lain:
·
Secara umum berupa puisi empat seuntai
(kuatren)
·
Tiap baris adalah gatra (tiap kata
saling bertautan)
·
Tiap gatra sebagian besar terdiri dari
4-5 suku kata
·
Sering memakai pola sajak dan syair
·
Rapi dan simetris
·
Persajakan akhir yang teratur
Kata-kata
yang terdapat di dalam puisi modern itu sebagian besar merupakan sebuah analogi
akan kehidupan nyata yang dialami oleh manusia. Seorang pembuat puisi tingkat
tinggi punya spontanitas luar biasa dalam menciptakan karya-karyanya. Agar
lebih mengerti bentuk puisi, berikut ini macam-macam bentuk puisi baru yang
saya tulis untuk Anda. Silakan disimak.
1. Distikon / Couplet
Berasal dari bahasa
Latin ‘distichon’ berarti puisi yang
terdiri dari dua baris (puisi dua seuntai). Baris satu sebagai pembuka dan
baris dua sebagai penutup.
Contoh :
Tanda Mata
Bagiku,
engkaulah tanda mata.
Sejak bertemu, nyata selamanya.
Sejak bertemu, nyata selamanya.
Bagiku,
engkau adalah cahaya.
Dari binarmu, tatapanku bermula.
Dari binarmu, tatapanku bermula.
Bagiku,
engkaulah penglihatan.
Di setiap waktu, di setiap ingatan.
Di setiap waktu, di setiap ingatan.
Bagiku,
engkau arah memandang.
Pada matamu, mataku berpulang.
Pada matamu, mataku berpulang.
(Chandra
Malik, Asal Muasal Pelukan, hlm.17)
2. Terzina / Triplet
Terzina
atau terza rima atau tercet adalah puisi tiga baris (tiga seuntai) yang memakai
pola a-b-a, b-c-b, c-d-c, d-e-d. Ada juga puisi terzina diakhiri dengan satu
atau dua baris puisi yang mengulang dari tiga baris akhir.
Contoh :
Dongeng
Kucing
Lengking
klakson dan rem mobil itu
meninggalkan jejak asap knalpot, debu,
dan seekor kucing yang sekarat.
meninggalkan jejak asap knalpot, debu,
dan seekor kucing yang sekarat.
Di
dalam rumah, tangis seorang gadis kecil,
lalu suara menghibur seorang ibu
menyelundupkan ajal ke negeri dongeng.
lalu suara menghibur seorang ibu
menyelundupkan ajal ke negeri dongeng.
Jalan
memang dibangun untuk mobil,
manusia, dan juga–tentu saja–kucing;
tak boleh kita mencurigai campur-tangan-Mu, bukan?
manusia, dan juga–tentu saja–kucing;
tak boleh kita mencurigai campur-tangan-Mu, bukan?
(Sapardi Djoko Damono, Melipat Jarak, hlm.29)
3. Quatrain
Masih
sejenis dengan stanza karena bila dua quatrain digabung akan menjadi sebuah stanza. Penulisan puisi quatrain
menggunakan tiga pola umum, yaitu a-a-a-a, a-b-a-b dan a-b-b-a.
Contoh :
Lagu Gadis Itali
Buat Silviana Maccari
Kerling
danau di pagi hari
Lonceng gereja bukit Itali
Jika musimmu tiba nanti
Jemputlah abang di teluk Napoli
Lonceng gereja bukit Itali
Jika musimmu tiba nanti
Jemputlah abang di teluk Napoli
Kerling
danau di pagi hari
Lonceng gereja bukit Itali
Sedari abang lalu pergi
Adik rindu setiap hari
Lonceng gereja bukit Itali
Sedari abang lalu pergi
Adik rindu setiap hari
Kerling
danau bukit di pagi hari
Lonceng gereja bukit Itali
Andai abang tak kembali
Adik menunggu sampai mati
Lonceng gereja bukit Itali
Andai abang tak kembali
Adik menunggu sampai mati
Batu
tandus di kebun anggur
Pasir teduh di bawah nyiur
Abang lenyap hatiku hancur
Mengejar bayang di salju gugur
Pasir teduh di bawah nyiur
Abang lenyap hatiku hancur
Mengejar bayang di salju gugur
(Sitor Situmorang, Dalam Sajak, hlm.16)
4. Kuint / Quint
Diambil dari “quintuple”
yang artinya lima, jadi puisi kuint adalah puisi dengan lima baris di setiap
baitnya (puisi lima seuntai).
Contoh :
Ranjang
Bulan, Ranjang Pengantin
Ranjang
bulan, ranjang pengantin
langit biru lazuardi
ditumpu tangan-tangan leluhur.
Anjing tanah menggelepar
memekikkan birahi kepayang.
langit biru lazuardi
ditumpu tangan-tangan leluhur.
Anjing tanah menggelepar
memekikkan birahi kepayang.
Ranjang
bulan, ranjang pengantin
perahu jung seratus layar
dipangku lautan tertidur.
Gugur bintang satu-satu
mengantuk kena berkhayal.
perahu jung seratus layar
dipangku lautan tertidur.
Gugur bintang satu-satu
mengantuk kena berkhayal.
Ranjang
bulan, ranjang pengantin
kerajaan mambang dan siluman
diasapi dupa memabukkan.
Terkapar mimpi satu-satu
terbanting di atas batu hujan.
kerajaan mambang dan siluman
diasapi dupa memabukkan.
Terkapar mimpi satu-satu
terbanting di atas batu hujan.
Ranjang
bulan, ranjang pengantin
bumi keras kehidupan
diwarnai semangat dan harapan.
Ladang digarap dikerjakan
bibit ditanam disuburkan.
bumi keras kehidupan
diwarnai semangat dan harapan.
Ladang digarap dikerjakan
bibit ditanam disuburkan.
(WS. Rendra, Empat Kumpulan Sajak, hlm. 42)
5. Sektet
Diambil dari bahasa
Italia “sestina” yaitu puisi yang memiliki enam baris (enam seuntai). Tidak ada
aturan untuk membuat puisi sektet.
Contoh :
Kanjeng
Nabi
Duh,
kanjeng Muhammad.
Pagi
ini aku sedih sekali.
Muhammad yang kucintai
sedemikian dibenci
sampai ditelanjangi
dengan gambar hewani
dan disumpahserapahi.
Muhammad yang kucintai
sedemikian dibenci
sampai ditelanjangi
dengan gambar hewani
dan disumpahserapahi.
Pagi
ini aku sedih luar biasa.
Muhammad yang kucinta
dibela membabi buta
sampai membunuhi manusia
dengan angkara murka
menyebut nama Tuhannya.
Muhammad yang kucinta
dibela membabi buta
sampai membunuhi manusia
dengan angkara murka
menyebut nama Tuhannya.
Entah
hati, akal, atau apa.
Manusia tapi tidak manusiawi.
Entah Benci entah cinta.
Najis bercampur dengan suci.
Benar dan salah kini serupa.
Akal jadi brutal, hati jadi nyali.
Manusia tapi tidak manusiawi.
Entah Benci entah cinta.
Najis bercampur dengan suci.
Benar dan salah kini serupa.
Akal jadi brutal, hati jadi nyali.
Muhammad
tak seperti itu.
Tidak gambarmu, tidak gambarku.
Dia hidup damai dalam kalbu
meski dihina dari segala penjuru.
Dialah Muhammad yang kurindu
dan kubela tanpa membencimu.
Tidak gambarmu, tidak gambarku.
Dia hidup damai dalam kalbu
meski dihina dari segala penjuru.
Dialah Muhammad yang kurindu
dan kubela tanpa membencimu.
(Chandra Malik, Asal Muasal Pelukan, hlm. 63-64)
6. Septima
Puisi yang memiliki
7 baris di dalam setiap baitnya, tidak punya aturan tersendiri sama seperti
sektet. Bahkan bisa ditambahkan bait di awal atau di akhir entah satu atau dua baris.
Contoh :
Indonesia
Tumpah Darahku
M. Yamin
Bersatu
kita teguh
Bercerai kita jatuh
Bercerai kita jatuh
Duduk
di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung-gunung bagus rupanya
Dilingkari air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung-gunung bagus rupanya
Dilingkari air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
Lihatlah
kelapa melambai-lambai
Berdesir bunyinya sesayup sampai
Tumbuh di pantai bercerai-cerai
Memagar daratan aman kelihatan
Dengarlah ombak datang berlagu
Mengejar bumi ayah dan ibu
Indonesia namanya, tanah airku
Berdesir bunyinya sesayup sampai
Tumbuh di pantai bercerai-cerai
Memagar daratan aman kelihatan
Dengarlah ombak datang berlagu
Mengejar bumi ayah dan ibu
Indonesia namanya, tanah airku
Tanahku
bercerai seberang-menyeberang
Merapung di air, malam dan siang
Sebagai telaga dihiasi kiambang
Sejak malam diberi kelam
Sampai bulan terang-benderang
Di sanalah gerangan bangsaku gerangan menopang
Selama berteduh di alam nan lapang
Merapung di air, malam dan siang
Sebagai telaga dihiasi kiambang
Sejak malam diberi kelam
Sampai bulan terang-benderang
Di sanalah gerangan bangsaku gerangan menopang
Selama berteduh di alam nan lapang
Tumpah
darah nusa India
Dalam hatiku selalu mulia
Dijunjung tinggi atas kepala
Semenjak diri lahir ke bumi
Sampai bercerai badan dan nyawa
Karena kita sedarah sebangsa
Bertanah air di Indonesia
Dalam hatiku selalu mulia
Dijunjung tinggi atas kepala
Semenjak diri lahir ke bumi
Sampai bercerai badan dan nyawa
Karena kita sedarah sebangsa
Bertanah air di Indonesia
(Sumber : Dan Riris Istanti, Puisi: Indonesia, Tumpah Darahku, https://danririsbastind.wordpress.com)
7. Oktaf / Stanza
Namanya sendiri
berasal dari Italia, awalnya dipakai dalam puisi heroik. Puisi stanza memiliki
8 baris (puisi delapan seuntai/double quatrain). Kadang-kadang stanza memakai
pola a-b-a-b-a-b-c-c.
Contoh :
Lagu
Duka
WS Rendra
Ia datang tanpa
mengetuk lalu merangkulku
adapun ia yang licik bernama duka.
Ia bulan jingga neraka langit dadaku
adapun ia yang laknat bernama duka.
Ia keranda cendana dan bunga-bunga sutra ungu
adapun ia yang manis bernama duka.
Ia tinggal lelucon setelah ciuman panjang
adapun ia uang malang bernama duka.
adapun ia yang licik bernama duka.
Ia bulan jingga neraka langit dadaku
adapun ia yang laknat bernama duka.
Ia keranda cendana dan bunga-bunga sutra ungu
adapun ia yang manis bernama duka.
Ia tinggal lelucon setelah ciuman panjang
adapun ia uang malang bernama duka.
(Ibid, hlm. 57)
8. Soneta
Berasal
dari bahasa Italia sonneto, serapan
dari kata sono (suara). Soneta adalah
puisi empat belas baris dan secara umum dibagi dua, dua bait pertama
masing-masing 4 baris dan dua bait kedua masing-masing tiga baris. Puisi soneta dibawa pertama kali ke Indonesia pada jaman Belanda oleh sastrawan Indonesia seperti M.Yamin.
Contoh :
Entah
Sampai Kapan
entah
sejak kapan kita gugup
di antara frasa-frasa pongah
di kain rentang yang berlubang-lubang
sepanjang jalan raya itu; kita berhimpitan
di antara frasa-frasa pongah
di kain rentang yang berlubang-lubang
sepanjang jalan raya itu; kita berhimpitan
di
antara kata-kata kasar yang desak-mendesak
di kain rentang yang ditiup angin,
yang diikat di antara batang pohon
dan tiang listrik itu; kita tergencet di sela-sela
di kain rentang yang ditiup angin,
yang diikat di antara batang pohon
dan tiang listrik itu; kita tergencet di sela-sela
huruf-huruf
kaku yang tindih menindih
di kain rentang yang berjuntai di perempatan jalan
yang tanpa lampu lalu lintas itu. Telah sejak lama
rupanya kita suka membayangkan diri kita
di kain rentang yang berjuntai di perempatan jalan
yang tanpa lampu lalu lintas itu. Telah sejak lama
rupanya kita suka membayangkan diri kita
menjelma
kain rentang koyak-moyak itu, sebisanya
bertahan terhadap hujan, angin, panas, dan dingin.
bertahan terhadap hujan, angin, panas, dan dingin.
(Sapardi Djoko Damono, Melipat Jarak, hlm. 31)
Sekian
artikel tentang bentuk-bentuk puisi baru serta contohnya. Semoga bisa menjadi
bahan pembelajaran untuk Anda. Terima kasih.
0 komentar:
Post a Comment